Dugaan Penyalahgunaan BBM Bersubsidi pada Proyek Irigasi di Tuba, LSM Petir Akan Lapor Kajati Lampung

TULANG BAWANG GS – Proyek pembangunan jaringan irigasi di Daerah Irigasi (DI) Rawa Andalas Cermin, Kecamatan Rawa Pitu, serta DI Rawa Sumber Sari di Kabupaten Tulangbawang, diduga menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Bio Solar untuk pengoperasian alat berat excavator.

Kegiatan pembangunan irigasi tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tulangbawang Tahun Anggaran 2025, dengan nilai kontrak masing-masing sekitar Rp3,7 miliar untuk pekerjaan di DI Rawa Andalas Cermin dan Rp2,43 miliar lebih untuk DI Rawa Sumber Sari.
Proyek ini dikerjakan oleh CV Rahman Jaya dan CV Nusa yang tercatat sebagai pemenang tender di aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) Nasional.

Namun, berdasarkan hasil pantauan sejumlah media di lapangan, kedua perusahaan tersebut diduga menggunakan solar bersubsidi untuk mengoperasikan alat berat. Padahal, sesuai ketentuan, BBM jenis Bio Solar bersubsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat umum, seperti rumah tangga, usaha mikro, pertanian, perikanan, transportasi, dan pelayanan umum – bukan untuk kegiatan proyek perusahaan kontraktor.

Saat dikonfirmasi di lokasi proyek dan di gudang penampungan solar, salah satu operator alat berat menyebutkan bahwa excavator yang digunakan “pakai solar subsidi”.

Hal senada disampaikan warga setempat, Ratman dan Naryo, yang mengaku tidak pernah melihat mobil tangki resmi Pertamina mengirimkan BBM ke lokasi. “Yang sering masuk itu mobil pick-up yang ngangkut solar subsidi,” ujar keduanya.

Tindakan tersebut diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, yang mengatur bahwa penggunaan BBM bersubsidi tidak diperkenankan untuk kegiatan usaha non-subsidi termasuk proyek kontraktor.

Apabila terbukti, perbuatan itu dapat dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.

Menanggapi dugaan tersebut, Ketua LSM Petir, Yoni Kusuma, SH, menyatakan akan segera melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung.

“Kami menilai ada potensi kerugian negara miliaran rupiah dan lemahnya fungsi pengawasan dari pihak konsultan maupun Dinas PUPR Tulangbawang. Ini harus ditindak tegas,” tegas Yoni.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas PUPR Tulangbawang dan kedua perusahaan pelaksana proyek belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi tersebut. (Agus).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *